Category Archives: Visits
Exciting Experience in Australia
Have you ever been to Melbourne or Brisbane? Well if you have been to this two cities of Australia, you would have tasted and experieced the lifestyle and feel the cool and warm climate of this cities.
It was my best ever experience for a month tour in this two cities, attending the Mining, Media and Development Regional Knowledge Sharing Training, organized by the Asia Pacific Journalism Centre (APJC).
The training started on the 24th of August and run for a month – ending on the 28th of September 2013.
The beautiful scenery of the Brighton beach – east brighton melbourne, the ghost haunting tour, the melbourne writers festival and taking walk around the yarra river and melbourne city as well as visiting the Bengalla mine site in Muswellbrook in Scone and touring the Port Waratah are the excitment and experience I will never forget in my lifetime.
At least having a different feeling of the environment away from a day to day style of newsroom routine in my NBC Newsroom in Port Moresby was something I thought of and have convinced my bosses to send me to attend the APJC training. And with no doubt, the Melbourne and Brisbane cities provided me much to relax and refresh.
Not limited to this, but the APJC Training on Mining, Media and Development Regional Knowledge Sharing Training had been the best ever training in my life, apart from other trainings I attended since my five year carrier as news reporter with the PNG’s Public Boadcaster (NBC).
The training broadend my knowledge on business reporting, online media, getting to know better of myself and my carrier and having to know APJC Staff and prominent persons like Professors from the Monash University Prof Erik Eklund, associate Prof Philip Chubb, Suzy Woodhouse – Professional Development Instructor, Deborah Steele – Editor ABC Asia Pacific News Center, Nigel McCarthy- Business Journalism Instructor, Serena Lillywhite – Oxfam Australia Mining Advocacy Coordinator, and Renee Barnes – Lecturer in new media journalism, University of the Sunshine Coast.
I recommend for more of such trainings in future for upcoming pacific island countries journalists to broaden their knowledge in business reporting, especially in the mining and resources sector because of lack of public knowledge on the impacts and benefits of mining in the region.
Weekend di Tepi Pantai
Oleh Lovina
KELAS leadership bersama Suzy Woodhouse diakhiri dengan foto bersama Jumat sore (30 Agustus). Kami berfoto dilatar belakangi gambar apel serta kertas-kertas hasil diskusi selama seminggu.
Di akhir kelas, Suzy menanyakan tiga materi yang paling menarik selama seminggu kelas leadership. Masing-masing peserta diberi kesempatan bicara. Kami belajar banyak hal: mengenal diri sendiri, nilai-nilai dan etika, dilema etika para jurnalis, kekuatan, komunikasi, suara, ketegasan, prinsip persamaan, jaringan serta kepribadian.
Bagaimana menjadi assertive (tegas) adalah pelajaran paling menarik bagi saya. Mengapa? Jawabannya simple. Saya tergolong orang yang tidak tegas. Tak mudah bagi saya untuk berkata ‘tidak’ atau mengungkapkan hal yang tidak saya sukai tanpa membuat orang lain tersinggung. Dan Suzy memberikan formula jitu menjadi orang assertive. That’s grade!
Tes kepribadian Myers-Briggs Typology Index (MBTI) adalah sesi lain yang saya senangi. Menarik bisa tahu kepribadian sendiri lebih dalam dan belajar bekerjasama dengan orang yang berbeda kepribadian dengan kita.
Saya juga menikmati moment ketika kami diajarkan untuk bisa mengenal diri sendiri dengan konsep Johari Window. Sejauh apa saya mengenal diri saya sendiri? Apa kebiasaan buruk yang tidak saya sadari?
Menurut saya, konsep Johari Window akan menarik bila dipadukan dengan konsep De-brief Routine yang diberikan Suzy. Dengan me-list setiap hari apa hal yang baik, hal tidak baik dan apa yang harus dilakukan untuk memperbaikinya, kita akan menjadi pribadi yang lebih baik dan berguna untuk orang banyak.
AKHIRNYA bertemu weekend juga. Dengan jadwal yang padat selama seminggu, tentu weekend adalah saat yang dinantikan. Bisa bangun lebih siang. Bisa santai dan melakukan hal-hal yang disenangi. Dan bisa jalan-jalan tentunya, mengeksplore Melbourne lebih jauh.
Setiap peserta punya rencana weekend masing-masing. Dan saya memilih menghabiskan akhir pekan dengan pergi ke pantai.
Mengapa pantai? Pertama karena saya jarang menikmati suasana pantai. Di Pekanbaru, tempat saya tinggal, tidak ada pantai. Alasan kedua karena pantai cukup jauh dari tempat kami menginap. Prinsip saya, semakin jauh saya menghabiskan akhir pekan akan semakin menarik. Kapan lagi bisa eksplore Melbourne lebih jauh. Semakin jauh saya pergi akan semakin banyak yang bisa saya lihat. Bukan begitu?
Saya pergi ke dua pantai di Melbourne. Sabtu ke St. Kilda Beach dan Minggu ke Brighton Beach. Perjalanan ke pantai ditempuh dengan naik tram menggunakan Myki Card.
Tram adalah salah satu alat transportasi di Melbourne. Untuk bisa bepergian menggunakan tram, kita harus punya Myki Card. Kartu ini bisa dibeli di setiap stasiun kereta atau toko seperti 7 Eleven. Kalau bepergian tidak pakai Myki, kita bisa didenda hingga 200 dollar Australia. Wow! Untungnya APJC sudah menyediakan fasilitas Myki Card untuk setiap peserta, jadi kami tinggal pakai saja untuk pergi kemana pun kami mau.
Myki Card bentuknya seperti kartu ATM, berwarna hijau muda. Harganya 6 dollar Australia untuk full fare dan 3 dollar Australia untuk anak-anak umur 4-16 tahun. Itu hanya harga kartunya saja, untuk bisa menggunakannya, kita harus top up alias isi ulang kartu tersebut.
Seharian naik tram, kereta api atau bus di dalam kota, kita akan menghabiskan sekitar 7 dollar Australia. Myki Card tidak hanya untuk tram, ia juga berlaku kalau kita bepergian naik bus atau kereta api. Cara pakainya sederhana, kita tinggal touch atau menempelkan kartu ke mesin Myki saat kita naik dan turun dari bus, tram atau kereta api.
Pelajaran paling berharga yang saya dapatkan dari sistem transportasi di Melbourne ini adalah kejujuran. Ya, pemerintahnya mendidik rakyatnya untuk jujur. Tak ada yang memantau apakah kita sudah touch Myki atau belum saat naik atau turun dari bus, tram maupun kereta api. Kalau kita mau nakal, tidak touch Myki juga tidak apa-apa. Namun karena warganya sudah tertib, saya jadi malu sendiri kalau tidak touch Myki saat naik atau turun. Toh gratis juga kan? Karena biaya kartu dan top-up nya sudah ditanggung APJC.
Bisa nggak ya Indonesia pakai sistem transportasi begini? Nggak yakin deh! Bakal rugi besar pemerintahnya, ha ha ha…
Saya pergi ke St. Kilda Beach bersama Tommy Apriando (Indonesia), Duma Tato Sanda (Indonesia) dan Mapun Pidian (Papua New Guinea). Kami menunggu sunset untuk berfoto bersama.
St. Kilda Beach merupakan pantai terdekat dari kota Melbourne. Letaknya sekitar 6 kilo meter dari pusat kota. Kalau dari hotel Quest Carlton on Finlay tempat kami menginap, jaraknya sekitar 10 kilo meter. Butuh waktu 30 menit perjalanan pakai tram.
St. Kilda Beach terkenal dengan pantai berpasir yang cantik, deretan pohon palem, langit biru yang luas, sunset yang indah, serta taman, restoran dan kafe yang elok. Banyak festival dan tempat menarik yang juga bisa dikunjungi, seperti Luna Park, Acland Street dan Fritzoy. Kalian bisa tahu lebih banyak tentang St. Kilda dengan mengunjungi websitenya.
Saya, Tommy, Duma dan Mapun menghabiskan waktu sekitar 2 jam di St. Kilda Beach. Ambil gambar sunset adalah moment paling menyenangkan. Sayang tak bisa melihat pinguin kecil di St. Kilda Breakwater karena tempatnya sedang ditutup.
St. Kilda Breakwater adalah tempat kita bisa melihat pingun kecil dan Rakali. Ia juga memiliki sekitar 22 ribu ton batu karang. Hampir 1000 pinguin hidup di sana.
Esok harinya, saya mengeksplore Brighton Beach di kota Bayside, sekitar 11 kilo meter dari kota Melbourne. Kali ini kami pergi bertujuh. Saya, Tommy, Duma, Mapun, Tevita Vuibau (Fiji), Gabriel Bego (Papua New Guinea) dan Gynnie Kero (Papua New Guinea).
Sama seperti St. Kilda Beach, kami menggunakan tram untuk pergi ke Brighton Beach. Bedanya, untuk bisa sampai ke pantai, kami harus berjalan kaki satu jam! Ide gila memang.
Awalnya kami tidak menyangka kalau harus berjalan kaki sejauh itu. Kami hanya tahu naik tram dari hotel menuju East Brighton. Naik tram 64 selama 1 jam, kami turun di pemberhentian terakhir. Sampai sana, setelah tanya sana-sini, baru tahu kalau mau ke pantai harus jalan kaki satu jam.
Sebenarnya ada bus yang bisa digunakan untuk pergi ke pantai dari kota East Brighton. Namun karena hari itu hari Minggu, busnya tidak beroperasi. Jadilah kami berjalan kaki ke pantai. Kebayang nggak tuh pegelnya nih kaki.
Namun penat seketika hilang ketika saya tiba di pantai. Indah banget pantainya. Rumah warna-warni di pinggir pantai membuat suasana menjadi lebih indah. Cukup ramai orang di pantai hari itu. Ada yang berjemur, foto-foto di depan rumah, maupun sekedar duduk-duduk di pinggir pantai menikmati sinar matahari.
Pantainya bersih, airnya sejuk dan dingin, banyak kerang juga. Saya bawa pulang 10 buah kulit kerang yang berserakan di sepanjang pasir pantai. Tentu tak ketinggalan berfoto di rumah-rumah pinggir pantai. Setiap rumah diberi nomor dengan cat aneka warna dan rumah ini disewakan. Terbayang bisa punya rumah di pinggir pantai begini. Pasti amat menyenangkan.
Pulangnya kami harus jalan kaki lagi ke tempat pemberhentian tram. Perjalanan yang melelahkan memang, namun menyenangkan. Dua jam berjalan kaki dan dua jam naik tram. Tentu sangat banyak yang bisa dilihat. Pengalaman tak terlupakan. Dan tentu saja weekend yang memuaskan sebelum melajutkan workshop APJC tentang Reporting Mining and Resources bersama Nigel McCarthy.
Being here for 6 weeks: PRACTICALLY PERFECT!
PRACTICALLY PERFECT!
Mengutip salah satu lagu dalam teater musikal Mary Poppins yang saya saksikan bersama 9 orang rekan saya di sela-sela kunjungan profesional ke Sydney, itulah gambaran saya untuk pengalaman selama kurang lebih enam minggu ini.
Lock down the journos
Have you ever imagined journalists being locked down for half a day and shut out from the daily happenings in their work environment?
It was an experience I came across in Canberra when hundreds of Australian journalists were stripped of their communication gadgets and shut from the rest of the world for nearly seven hours before the Treasurer handed down Australia’s national budget in parliament on May 10th 2011.
What struck me the most…
Watching Mary Poppins was instantly refreshing.
When you’ve had business, business, business and economics cramped into your already intense three weeks in a huge, busy economy like Australia, you begin to wonder if there were other things that mattered in people’s lives than the many faces of money.
An unexpected and rather pleasant surprise was in store for me as I reluctantly walked with our group down the road from our Sydney hotel to the Capitol Theatre on a cold early May evening.
Our chaperone Helen Musa kept reminding us of how lucky we were that “a rich entrepreneur” was kind enough to donate 10 tickets for us to go and watch Mary Poppins and how we were sure to enjoy the show.
“You’re very lucky,” she said. “These tickets cost about A$100 each.”
After a hectic program in Canberra during the first two days of the week going to the national budget reading, museums, parliament tour not to mention the jerky ride around the Parliamentary precincts looking at different embassy buildings, I was too exhausted to care.
Mary Poppins? On our very first day in Sydney? Come on!